Friday, April 2, 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2

MENGAKSES KEAJAIBAN DENGAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

 

Belajar adalah fitrah manusia dari buaian hingga liang lahat. Saat individu atau kelompok dan organisasi belajar, kurva yang kita inginkan adalah kurva S yang berkelanjutan. Tidak ada point menurun seperti tapal kuda tetapi justru semangat “performa unggul” sepanjang hayat.

Guru sebagai teman perjalanan siswa meraih tujuan hidupnya, sangat penting untuk memahami dan menerapkan pembelajaran sosial dan emosional karena untuk mempermudah guru dalam mengelola kelas yang di dalamnya terdapat siswa dengan berbagai karakter, kecerdasan, emosi dan keterampilan yang beranekaragam.Menurut Aristoteles. “Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali (Educating the mind, without educating the heart, is not education at all).

Guru menjadi tokoh penting dalam menciptakan atmosfer kebahagian. Kedekatan emosional dan sosial adalah faktor penting yang membuat siswa merasa berharga dan termotivasi untuk terus belajar sepanjang hayat dan menghasilkan karya.

 

Apakah pembelajaran sosial dan emosional itu?

Pengelolaan sosial dan emosional menjadi hal yang asing dalam proses pembelajaran saat ini. Pembelajaran sosial dan emosional adalah proses anak-anak meningkatkan kemampuan mereka untuk mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tugas-tugas sosial yang penting (Zins dkk, 2001) . 

Ada 5 kompetensi sosial-emosional yaitu :

1.    Kesadaran diri ( kesadaran yang dimiliki oleh sesorang ketika menghadapi sesuatu di luar dirinya dengan penuh tanggung jawab )

2.  Pengelolaan diri ( bagaimana mengatur emosi agar dalam pergaulan dan dirinya tidak terjebak emosi lingkungan yang tidak pas )

3.  Kesadaran sosial ( kesaradaran dalam hubungan sosial/ sesama agar terjadi kenyamanan dalam hidup bersama dalam suatu kelompok ),

4.     Keterampilan sosial ( bagaimana mengatur irama dalam hidup bersama  agar terjadi keadilan sosial )

5.    Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (secara kestria dalam keputusan bersama harus menerima dan melaksanakan keputusan tersebut dengan lapang dada ) .

 

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting karena berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang baik.

PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.

PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah, pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar.

Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu membentuk bagaimana siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab.

Pembahasan mengenai konteks akademis dan semua keterampilan keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Siswa belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah keajaiban. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses keajaiban tersebut.

Sehingga boleh dikata, nasib suatu bangsa atau komunitas di masa depan, sejatinya berada di tangan guru. Seperti kita ketahui, guru juga manusia biasa yang kadang jenuh dan lelah. Namun guru tak pernah pasrah menjaga anugerah dan selalu berkiprah agar ilmu yang dijararkannya berkah.

Semua orang sangat sibuk, lelah , berpikir terlalu banyak dan seringkali situasi dan kondisi bisa begitu menekan untuk itu diperlukan kesadaran penuh (mindfullness)

Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, siswa bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak siswa untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, melakukan berbagai kegiatan literasi, mencintai alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.

Latihan kesadaran penuh sangat bermanfaat bagi saya terutama karena saya seorang guru. Dengan latihan kesadaran penuh akan melatih guru untuk  memiliki kemampuan berinteraksi , berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal, membina kerja sama, memiliki karakteristik guru yang faith yaitu kenyakinan yang sungguh-sungguh difahami, dihayati dan diamalkan dalam keseluruhan perilaku sebagai guru. Mindfulness bermanfaat menjadikan guru memiliki keharusan rasa atau compassion yang akan menjadi tali ikatan batin emosional antara diri guru dengan siswa, rendah hati ,gratitude seanantiasa mensyukuri apa yang telah terjadi dan integration atau keutuhan diri sebagai cerminan keutuhan pribadi. Sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh siswa.

Ruh pendidikan adalah mendidik setiap anak dengan penuh ketulusan dan kasih sayang.Guru memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan secara keberlanjutan melalui berbagai cara antara lain ; memanfaatkan waktu dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat, membaca buku, internet , jurnal, diskusi dengan pakar atau teman sejawat, aktif di organisasi MGMP,diklat, seminar, workshop dan lain lain sehingga membantu latihan kesadaran penuh .Ketika di kelas dengann aneka keragaman siswa dari sisi minat, bakat, kecerdasan, keterampilan dan karakter, maka guru dituntut memahami diferensiasi siswa di kelas tersebut. 

Jika seorang guru mempunyai pengetahuan tentang diferensiasi dengan psikologi yang matang semua perbedaan di kelas bisa teratasi. Salah satu latihan diri yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti sejenak), T: Take a deep break (Menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa yang terjadi pada tubuh, pikiran dan perasaan). P: Proceed (Lanjutkan). Sedangkan ruang lingkup pembelajaran sosial emosional yang dapat diterapkan dalam ekosistem pendidikan di sekolah adalah:

1.   Kegiatan Rutin (Diluar waktu belajar akademik, misalnya: kegiatan ekskul, perayaan hari besar, kegiatan sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam bersama, membaca bersama, pelatihan dsb);

2.     Terintegrasi dalam mata pelajaran (Diskusi, penugasan kerja kelompok);

3.     Protokol (Menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh siswa atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.

Dampak dari keberhasilan dalam penerapan pembelajaran sosial dan emosional tidak hanya pada kesuksesan diri seseorang dalam akademik yang lebih baik namun juga memberikan pondasi yang kuat bagi seseorang untuk  sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik (CASEL ORG). Dengan demikian  dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sosial emosional dapat dilatih dan ditumbuhkembangkan di luar pembelajaran, terintegrasi dalam pembelajaran dan menjadi budaya atau aturan sekolah sehingga dapat menciptakan well-being dalam ekosistem pendidikan yang sejalan dengan filosofi Kihajar Dewantara. Melalui latihan kesadaran penuh secara konsisten dapat menumbuhkan kesadaran diri, penghargaan terhadap perbedaan dan empati, pemahaman diri dan orang lain, serta kemampuan dalam menghadapi berbagai tantangan dengan karakteristik yang berbeda-beda. 

Keterkaitan antar materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan modul 1 dan 2.1. Modul 2.2

Materi pembelajaran sosial emosional berkaitan dengan materi modul-modul lain yang telah dipelajari sebelumnya dalam menjalankan nilai dan perannya sebagai guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah memiliki kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif  serta berpihak pada siswa. Guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk membangun budaya positif di sekolah.Melakukan perubahan secara inkuiri apresiatif. Budaya positif yang dikembangkan hendaknya dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Hal ini senada dengan filosofi Kihajar Dewantara yakni pendidikan itu harus berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa.

Jika pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfuls) menjadi budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdiferensiasi akan lebih mudah diterapkan karena peserta didik dapat lebih fokus, semangat, bertanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya. Hal ini tentunya akan membahagiakan mereka karena pembelajaran yang disajikan  sesuai dengan kebutuhan belajar, minat dan profil mereka. Melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional  juga diharapkan dapat mewujudkan profil pelajar pancasila.

 

 

 


0 comments:

Post a Comment